Teknik Pemeriksaan Colon In Loop
1. Pengertian
Teknik
pemeriksaan colon in loop adalah
teknik pemeriksaan secara radiologis dari usus besar dengan menggunakan media
kontras secara retrograde.
2. Tujuan Pemeriksaan
Tujuan pemeriksaan colon in loop adalah untuk mendapatkan gambaran anatomis dari
kolon sehingga dapat membantu menegakkan diagnosa suatu penyakit atau
kelainan-kelainan pada kolon.
3. Indikasi dan Kontra Indikasi
1. Indikasi
ü Kolitis, adalah penyakit-penyakit
inflamasi pada colon, termasuk
didalamnya kolitis ulseratif dan kolitis crohn.
ü
Carsinoma atau keganasan
ü Divertikel, merupakan kantong yang
menonjol pada dinding colon, terdiri atas lapisan mukosa dan muskularis mukosa.
ü Megakolon adalah suatu kelainan kongenital
yang terjadi karena tidak adanya sel ganglion di pleksus mienterik dan
submukosa pada segmen colon distal.Tidak adanya peristaltik menyebabkan feses
sulit melewati segmena gangglionik, sehingga memungkinkan penderita untuk buang
air besar tiga minggu sekali.
ü Obstruksi atau illeus adalah penyumbatan
pada daerah usus besar.
ü
Invaginasi adalah melipatnya bagian usus besar
ke bagian usus itu sendiri.
ü
Stenosis adalah penyempitan saluran usus besar.
ü Volvulus adalah penyumbatan isi usus
karena terbelitnya sebagian usus ke bagian usus yang lain.
ü Atresia ani adalah tidak adanya saluran
dari colon yang seharusnya ada.
2. Kontra Indikasi
ü Perforasi, terjadi karena pengisian media
kontras secara mendadak dan dengan tekanan tinggi.
ü
Obstruksi akut atau penyumbatan.
ü
Diare berat.
4. Persiapan Pasien
Tujuan
persiapan pasien sebelum dilakukan pemeriksaan colon in loop adalah untuk membersihkan kolon dari feses, karena
bayangan dari feses dapat mengganggu gambaran dan menghilangkan anatomi normal
sehingga dapat memberikan kesalahan informasi dengan adanya filling defect.
Prinsip
dasar pemeriksaan colon in loop
memerlukan beberapa persiapan pasien, yaitu :
1.
Mengubah pola makanan pasien
Makanan
hendaknya mempunyai konsistensi lunak, rendah serat dan rendah lemak untuk
menghindari terjadinya bongkahan -
bongkahan tinja yang keras.
2.
Minum sebanyak-banyaknya
Pemberian
minum yang banyak dapat menjaga tinja selalu dalam keadaan lembek
3.
Pemberian obat pencahar
Apabila kedua
hal diatas dijalankan dengan benar, maka pemberian obat pencahar hanya sebagai
pelengkap saja.
5. Persiapan Alat dan Bahan
1. Persiapan alat pada pemeriksaan colon in loop, meliputi :
ü
Pesawat x – ray siap pakai
ü Kaset dan film sesuai dengan kebutuhan
ü
Marker
ü Standar irigator dan irigator set lengkap
dengan kanula rectal .
ü
Vaselin dan jelly
ü
Sarung tangan
ü
Penjepit atau klem
ü
Kain
kassa
ü
Bengkok
ü
Apron
ü
Plester
ü
Tempat mengaduk media kontras
2.
Persiapan bahan
ü Media kontras, yang sering dipakai adalah
larutan barium dengan konsentrasi antara 70 – 80 W/V % (Weight /Volume).
Banyaknya larutan (ml) tergantung pada panjang pendeknya kolon, kurang lebih 600 – 800 ml
ü Air hangat untuk membuat larutan barium
ü Vaselin atau jelly, digunakan untuk
menghilangi rasa sakit saat kanula dimasukkan kedalam anus.
6. Teknik Pemasukan Media Kontras
1.
Metode kontras tunggal
Barium
dimasukkan lewat anus sampai mengisi daerah sekum. Pengisian diikuti dengan
fluoroskopi. Untuk keperluan informasi yang lebih jelas pasien dirotasikan
ke kanan dan ke kiri serta dibuat
radiograf full filling untuk melihat keseluruhan bagian usus dengan proyeksi
antero posterior. Pasien diminta untuk buang air besar, kemudian dibuat
radiograf post evakuasi posisi antero posterior.
2.
Metode kontras ganda
a. Pemasukan media kontras dengan metode satu
tingkat.
Merupakan
pemeriksaan colon in loop
dengan menggunakan media kontras berupa campuran antara BaSO4 dan
udara. Barium dimasukkan kira-kira mencapai fleksura lienalis kemudian kanula
diganti dengan pompa. Udara dipompakan dan posisi pasien diubah dari posisi
miring ke kiri menjadi miring ke kanan
setelah udara sampai ke fleksura lienalis. Tujuannya agar media kontras merata
di dalam usus. Setelah itu pasien diposisikan supine dan dibuat radiograf.
b. Pemasukan media kontras dengan metode dua
tingkat.
(1).
Tahap pengisian
Pada tahap ini dilakukan
pengisian larutan BaSO4 ke dalam lumen kolon, sampai mencapai
pertengahan kolon transversum. Bagian yang belum terisi dapat diisi dengan
mengubah posisi penderita.
(2).
Tahap pelapisan
Dengan menunggu kurang lebih 1-2 menit agar larutan BaSo4 mengisi mukosa kolon.
(3).
Tahap pengosongan
Setelah diyakini mukosa
terlapisi maka larutan perlu dibuang sebanyak yang dapat dikeluarkan kembali.
(4).
Tahap pengembangan
Pada tahap ini dilakukan
pemompaan udara ke lumen kolon. Pemompaan udara tidak boleh berlebihan (1800-
2000 ml) karena dapat menimbulkan kompikasi lain, misalnya refleks vagal yang
ditandai dengan wajah pucat, pandangan gelap, bradikardi, keringat dingin dan
pusing.
(5).
Tahap pemotretan
Pemotretan dilakukan bila
seluruh kolon telah mengembang sempurna.
7. Proyeksi Radiograf
1.
Proyeksi Antero Posterior (AP).
Pasien
diposisikan supine di atas meja pemeriksaan dengan MSP (Mid Sagital Plane) tubuh
berada tepat pada garis tengah meja
pemeriksaan. Kedua tangan lurus di samping tubuh dan kedua kaki lurus ke
bawah. Objek diatur dengan menentukan batas atas processus xypoideus dan batas
bawah adalah symphisis pubis.
Titik bidik
pada pertengahan kedua crista illiaca
dengan arah sinar vertikal tegak lurus dengan kaset. Eksposi dilakukan saat
pasien ekspirasi penuh dan tahan nafas.
kriteria radiograf menunjukkan seluruh
kolon terlihat, termasuk fleksura dan kolon sigmoid.
2.
Proyeksi AP Aksial (Ballinger, 1999).
Posisi pasien
supine di atas meja pemeriksaan dengan MSP tepat pada garis tengah meja
pemeriksaan. Kedua tangan lurus di samping tubuh dan kedua kaki lurus ke bawah.
Atur pertengahan kaset dengan menentukan batas atas pada puncak illium dan
batas bawah symphisis pubis.
Titik bidik
pada 5 cm di bawah pertengahan kedua crista
illiaca dengan arah sinar membentuk sudut 30° - 40° kranial. Eksposi dilakukan saat pasien ekspirasi
penuh dan tahan nafas.
Kriteria
radiograf menunjukkan rektosigmoid di tengah film dan sedikit mengalami
superposisi dibandingkan dengan proyeksi antero posterior, tampak juga kolon
transversum.
3.
Proyeksi LPO (Ballinger, 1999).
Pasien diposisikan supine kemudian dirotasikan kurang lebih 35° - 45° terhadap meja pemeriksaan. Tangan kiri digunakan
untuk bantalan dan tangan kanan di depan tubuh berpegangan pada tepi meja
pemeriksaan. Kaki kiri lurus sedangkan kaki kanan ditekuk untuk fiksasi.
Titik bidik 1-2 inchi ke arah
lateral kanan dari titik tengah kedua crista
illiaca, dengan arah sinar vertikal tegak lurus terhadap kaset.
4.
Proyeksi RPO (Ballinger, 1999).
Posisi pasien
supine di atas meja pemeriksaan kemudian dirotasikan ke kanan kurang lebih 35° - 45°
terhadap meja pemeriksaan.Tangan kanan lurus di samping tubuh dan tangan kiri
menyilang di depan tubuh berpegangan pada tepi meja. Kaki kanan lurus ke bawah dan kaki kiri sedikit
ditekuk untuk fiksasi. Titik bidik pada 1-2 inchi ke arah lateral kiri dari
titik tengah kedua crista illiaca
dengan arah sinar vertikal tegak lurus terhadap kaset. Eksposi dilakukan saat
pasien ekspirasi penuh dan tahan nafas.
kriteria radiograf menunjukkan tampak
gambaran fleksura lienalis dan kolon asenden.
5.
Proyeksi Postero Anterior (Ballinger, 1999).
Pasien
diposisikan tidur telungkup (prone) di atas meja pemeriksaan dengan MSP tubuh
berada tepat di garis tengah meja pemeriksan. Kedua tangan lurus di samping
atas tubuh dan kaki lurus ke bawah. MSP objek sejajar dengan garis tengah meja
pemeriksaan, objek diatur diatas meja pemeriksaan dengan batas atas processus
xypoideus dan batas bawah sympisis pubis
tidak terpotong, pada saat eksposi pasien ekspirasi dan tahan nafas. Titik
bidik pada pertengahan kedua crista
illiaca dengan arah sinar vertikal tegak lurus kaset Kriteria radiograf
seluruh kolon terlihat termasuk fleksura dan rektum.
6.
Proyeksi Postero Anterior Aksial (Balinger, 1999).
Pasien tidur
telungkup di atas meja pemeriksaan dengan MSP tubuh berada tepat pada garis
tengah meja pemeriksaan. Kedua tangan lurus disamping tubuh dan kaki lurus
kebawah. MSP objek sejajar dengan garis tengah grid, pertengahan kaset pada
puncak illium. Eksposi pada saat ekspirasi dan tahan nafas. Titik bidik pada
pertengahan kedua crista illiaca
dengan arah sinar menyudut 30° - 40° kaudal.
kriteria : tampak rektosigmoid ditengah
film, daerah rektosigmoid terlihat lebih sedikit mengalami superposisi
dibandingkan dengan proyeksi PA, terlihat kolon transversum dan kedua fleksura.
7.
Proyeksi RAO
Posisi pasien
telungkup di atas meja pemeriksaan kemudian dirotasikan ke kanan kurang lebih
35˚- 45˚ terhadap meja pemeriksaan. Tangan kanan lurus di samping tubuh dan
tangan kiri menyilang di depan tubuh berpegangan pada tepi meja. Kaki kanan
lurus ke bawah dan kaki kiri sedikit di tekuk untuk fiksasi. Titik bidik pada
1-2 inchi ke arah lateral kiri dari titik tengah kedua krista illiaka dengan
arah sinar vertikal tegak lurus terhadap kaset. Ekposi dilakukan pada saat
pasien ekspirasi dan tahan napas.
kriteria : menunjukkan gambaran fleksura
hepatika kanan terlihat sedikit superposisi bila di bandingkan dengan proyeksi
PA dan tampak juga daerah sigmoid dan kolon asenden.
8.
Proyeksi LAO
Pasien
ditidurkan telungkup di atas meja pemeriksaan kemudian dirotasikan kurang lebih
35˚ - 45˚ terhadap meja pemeriksaan. Tangan kiri di samping tubuh dan tangan di
depan tubuh berpegangan pada meja pemeriksaan, kaki kanan ditekuk sebagai
fiksasi, sedangkan kaki kiri lurus. Titik bidik 1-2 inchi ke arah lateral kanan
dari titik tengah kedua krista illiaka dengan sinar vertikal tegak lurus
terhadap kaset. Ekposi dilakukan pada saat pasien ekspirasi dan tahan napas.
kriteria : menunjukkan gambaran fleksura
lienalis tampak sedikit superposisi bila dibanding pada proyeksi PA, dan daerah
kolon desenden tampak.
9.
Proyeksi Lateral (Ballinger, 1999).
Pasien
diposisikan lateral atau tidur miring dengan Mid Coronal Plane (MCP) diatur
pada pertengahan grid, genu sedikit fleksi untuk fiksasi. Arah sinar tegak
lurus terhadap film pada Mid Coronal Plane setinggi spina illiaca anterior
superior (SIAS). Eksposi dilakukan saat pasien ekspirasi dan tahan nafas.
kriteria : daerah rectum dan sigmoid
tampak jelas, rectosigmoid pada pertengahan radiograf.
10. Proyeksi
Left Lateral Dicubitus (LLD)
Pasien
diposisikan ke arah lateral atau tidur miring ke kiri dengan bagian abdomen
belakang menempel dan sejajar dengan kaset. MSP tubuh berada tepat pada garis
tengah grid. Titik bidik diarahkan pada pertengahan kedua crista illiaka dengan
arah sinar horisontal dan tegak lurus terhadap kaset. Eksposi dilakukan pada
saat pasien ekspirasi dan tahan napas.
kriteria radigraf menunjukkan bagian atas
sisi lateral dari kolon asenden naik dan bagian tengah dari kolon desenden saat
terisi udara.
11. Proyeksi
Axial Metode Chassard Lapine
Posisi pasien
duduk dengan punggung pada sisi meja, sehingga MCP tubuh sedekat mungkin pada
garis tengah meja pemeriksaan. Pertengahan panggul berada tepat pada
pertengahan film, dan pasien membungkuk. Kedua tangan berpegangan pada
pergelangan kaki untuk fiksasi. Sinar diarahkan tegak lurus melewati daerah
lombo sakral setinggi trochanter mayor.
Kriteria
radiograf menunjukkan gabungan rektosigmoid dan sigmoid pada proyeksi axial dan
tampak rektum.
8. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah :
1.
Perforasi
Perforasi
terjadi karena pengisian larutan kontras dengan tekanan yang tinggi secara
mendadak, juga dapat terjadi akibat pengembangan yang berlebihan.
2.
Refleks Vogal
Refleks Vogal terjadi karena pengembangan yang berlebihan, yang ditandai
dengan pusing, keringat dingin, pucat,
pandangan gelap, dan bradikardi. Pemberian sulfas atropin dan oksigen dapat
mengatasi keadaan tersebut.
sumber : http://kumpulsore.blogspot.com
0 komentar:
Posting Komentar