Pages

Kamis, 12 Juni 2014

Teknik Pemeriksaan Colon In Loop

Teknik Pemeriksaan Colon In Loop

1.      Pengertian

Teknik pemeriksaan colon in loop adalah teknik pemeriksaan secara radiologis dari usus besar dengan menggunakan media kontras secara retrograde.

2.      Tujuan Pemeriksaan

Tujuan pemeriksaan colon in loop adalah untuk mendapatkan gambaran anatomis dari kolon sehingga dapat membantu menegakkan diagnosa suatu penyakit atau kelainan-kelainan pada kolon.

3.      Indikasi dan Kontra Indikasi

1.      Indikasi
ü  Kolitis, adalah penyakit-penyakit inflamasi pada colon, termasuk didalamnya kolitis ulseratif dan kolitis crohn.
ü  Carsinoma atau keganasan
ü  Divertikel, merupakan kantong yang menonjol pada dinding colon, terdiri atas lapisan mukosa dan muskularis mukosa.
ü  Megakolon adalah suatu kelainan kongenital yang terjadi karena tidak adanya sel ganglion di pleksus mienterik dan submukosa pada segmen colon distal.Tidak adanya peristaltik menyebabkan feses sulit melewati segmena gangglionik, sehingga memungkinkan penderita untuk buang air besar tiga minggu sekali.
ü  Obstruksi atau illeus adalah penyumbatan pada daerah usus besar.
ü  Invaginasi adalah melipatnya bagian usus besar ke bagian usus itu sendiri.
ü  Stenosis adalah penyempitan saluran usus besar.
ü  Volvulus adalah penyumbatan isi usus karena terbelitnya sebagian usus ke bagian usus yang lain.
ü  Atresia ani adalah tidak adanya saluran dari colon yang seharusnya ada.
2.      Kontra Indikasi
ü  Perforasi, terjadi karena pengisian media kontras secara mendadak dan dengan tekanan tinggi.
ü  Obstruksi akut atau penyumbatan.
ü  Diare berat.

4.      Persiapan Pasien

Tujuan persiapan pasien sebelum dilakukan pemeriksaan colon in loop adalah untuk membersihkan kolon dari feses, karena bayangan dari feses dapat mengganggu gambaran dan menghilangkan anatomi normal sehingga dapat memberikan kesalahan informasi dengan adanya filling defect.
Prinsip dasar pemeriksaan colon in loop memerlukan beberapa persiapan pasien, yaitu :
1.      Mengubah pola makanan pasien
Makanan hendaknya mempunyai konsistensi lunak, rendah serat dan rendah lemak untuk menghindari terjadinya bongkahan -  bongkahan tinja yang keras.
2.      Minum sebanyak-banyaknya
Pemberian minum yang banyak dapat menjaga tinja selalu dalam keadaan lembek
3.      Pemberian obat pencahar
Apabila kedua hal diatas dijalankan dengan benar, maka pemberian obat pencahar hanya sebagai pelengkap saja.

5.      Persiapan Alat dan Bahan

1.      Persiapan alat pada pemeriksaan colon in loop, meliputi :
ü  Pesawat x – ray siap pakai
ü  Kaset dan film sesuai dengan kebutuhan
ü  Marker
ü  Standar irigator dan irigator set lengkap dengan kanula rectal .
ü  Vaselin dan jelly
ü  Sarung tangan
ü  Penjepit atau klem
ü  Kain  kassa
ü  Bengkok
ü  Apron
ü  Plester
ü  Tempat mengaduk media kontras
2.      Persiapan bahan
ü  Media kontras, yang sering dipakai adalah larutan barium dengan konsentrasi antara 70 – 80 W/V % (Weight /Volume). Banyaknya larutan (ml) tergantung pada panjang pendeknya   kolon, kurang lebih 600 – 800 ml
ü  Air hangat untuk membuat larutan barium
ü  Vaselin atau jelly, digunakan untuk menghilangi rasa sakit saat kanula dimasukkan kedalam anus.

6.      Teknik Pemasukan Media Kontras

1.      Metode kontras tunggal
Barium dimasukkan lewat anus sampai mengisi daerah sekum. Pengisian diikuti dengan fluoroskopi. Untuk keperluan informasi yang lebih jelas pasien dirotasikan ke  kanan dan ke kiri serta dibuat radiograf full filling untuk melihat keseluruhan bagian usus dengan proyeksi antero posterior. Pasien diminta untuk buang air besar, kemudian dibuat radiograf post evakuasi posisi antero posterior.
2.      Metode kontras ganda
a.       Pemasukan media kontras dengan metode satu tingkat.
Merupakan pemeriksaan colon in loop dengan menggunakan media kontras berupa campuran antara BaSO4 dan udara. Barium dimasukkan kira-kira mencapai fleksura lienalis kemudian kanula diganti dengan pompa. Udara dipompakan dan posisi pasien diubah dari posisi miring ke  kiri menjadi miring ke kanan setelah udara sampai ke fleksura lienalis. Tujuannya agar media kontras merata di dalam usus. Setelah itu pasien diposisikan supine dan dibuat radiograf.
b.      Pemasukan media kontras dengan metode dua tingkat.
(1).    Tahap pengisian
Pada tahap ini dilakukan pengisian larutan BaSO4 ke dalam lumen kolon, sampai mencapai pertengahan kolon transversum. Bagian yang belum terisi dapat diisi dengan mengubah posisi penderita.
(2).    Tahap pelapisan
Dengan menunggu  kurang lebih 1-2 menit agar  larutan BaSo4  mengisi mukosa kolon.
(3).    Tahap pengosongan
Setelah diyakini mukosa terlapisi maka larutan perlu dibuang sebanyak yang dapat dikeluarkan kembali.
(4).    Tahap pengembangan
Pada tahap ini dilakukan pemompaan udara ke lumen kolon. Pemompaan udara tidak boleh berlebihan (1800- 2000 ml) karena dapat menimbulkan kompikasi lain, misalnya refleks vagal yang ditandai dengan wajah pucat, pandangan gelap, bradikardi, keringat dingin dan pusing.
(5).    Tahap pemotretan
Pemotretan dilakukan bila seluruh kolon telah mengembang sempurna.
7.      Proyeksi Radiograf
1.      Proyeksi Antero Posterior (AP).
Pasien diposisikan supine di atas meja pemeriksaan dengan MSP (Mid Sagital Plane) tubuh berada tepat pada garis tengah meja  pemeriksaan. Kedua tangan lurus di samping tubuh dan kedua kaki lurus ke bawah. Objek diatur dengan menentukan batas atas processus xypoideus dan batas bawah adalah symphisis pubis.
Titik bidik pada pertengahan kedua crista illiaca dengan arah sinar vertikal tegak lurus dengan kaset. Eksposi dilakukan saat pasien  ekspirasi penuh dan  tahan nafas.
kriteria radiograf menunjukkan seluruh kolon terlihat, termasuk fleksura dan kolon sigmoid.
2.      Proyeksi AP Aksial (Ballinger, 1999).
Posisi pasien supine di atas meja pemeriksaan dengan MSP tepat pada garis tengah meja pemeriksaan. Kedua tangan lurus di samping tubuh dan kedua kaki lurus ke bawah. Atur pertengahan kaset dengan menentukan batas atas pada puncak illium dan batas bawah symphisis pubis.
Titik bidik pada 5 cm di bawah pertengahan kedua crista illiaca dengan arah sinar membentuk sudut 30° - 40° kranial. Eksposi dilakukan saat pasien ekspirasi penuh dan tahan nafas.
Kriteria radiograf menunjukkan rektosigmoid di tengah film dan sedikit mengalami superposisi dibandingkan dengan proyeksi antero posterior, tampak juga kolon transversum.

3.      Proyeksi LPO (Ballinger, 1999).
Pasien diposisikan supine kemudian dirotasikan kurang lebih 35° - 45° terhadap meja pemeriksaan. Tangan kiri digunakan untuk bantalan dan tangan kanan di depan tubuh berpegangan pada tepi meja pemeriksaan. Kaki kiri lurus sedangkan kaki kanan ditekuk untuk fiksasi.
Titik bidik  1-2 inchi ke arah lateral kanan dari titik tengah kedua crista illiaca, dengan arah sinar vertikal tegak lurus terhadap kaset.

4.      Proyeksi RPO (Ballinger, 1999).
Posisi pasien supine di atas meja pemeriksaan kemudian dirotasikan ke kanan kurang lebih 35° - 45° terhadap meja pemeriksaan.Tangan kanan lurus di samping tubuh dan tangan kiri menyilang di depan tubuh berpegangan pada tepi meja. Kaki kanan lurus ke bawah dan kaki kiri sedikit ditekuk untuk fiksasi. Titik bidik pada 1-2 inchi ke arah lateral kiri dari titik tengah kedua crista illiaca dengan arah sinar vertikal tegak lurus terhadap kaset. Eksposi dilakukan saat pasien ekspirasi penuh dan tahan nafas.
kriteria radiograf menunjukkan tampak gambaran fleksura lienalis dan kolon asenden.

5.      Proyeksi Postero Anterior (Ballinger, 1999).
Pasien diposisikan tidur telungkup (prone) di atas meja pemeriksaan dengan MSP tubuh berada tepat di garis tengah meja pemeriksan. Kedua tangan lurus di samping atas tubuh dan kaki lurus ke bawah. MSP objek sejajar dengan garis tengah meja pemeriksaan, objek diatur diatas meja pemeriksaan dengan batas atas processus xypoideus  dan batas bawah sympisis pubis tidak terpotong, pada saat eksposi pasien ekspirasi dan tahan nafas. Titik bidik pada pertengahan kedua crista illiaca dengan arah sinar vertikal tegak lurus kaset Kriteria radiograf seluruh kolon terlihat termasuk fleksura dan rektum.

6.      Proyeksi Postero Anterior Aksial (Balinger, 1999).
Pasien tidur telungkup di atas meja pemeriksaan dengan MSP tubuh berada tepat pada garis tengah meja pemeriksaan. Kedua tangan lurus disamping tubuh dan kaki lurus kebawah. MSP objek sejajar dengan garis tengah grid, pertengahan kaset pada puncak illium. Eksposi pada saat ekspirasi dan tahan nafas. Titik bidik pada pertengahan kedua crista illiaca dengan arah sinar menyudut 30° - 40° kaudal.
kriteria : tampak rektosigmoid ditengah film, daerah rektosigmoid terlihat lebih sedikit mengalami superposisi dibandingkan dengan proyeksi PA, terlihat kolon transversum dan kedua fleksura.

7.      Proyeksi RAO
Posisi pasien telungkup di atas meja pemeriksaan kemudian dirotasikan ke kanan kurang lebih 35˚- 45˚ terhadap meja pemeriksaan. Tangan kanan lurus di samping tubuh dan tangan kiri menyilang di depan tubuh berpegangan pada tepi meja. Kaki kanan lurus ke bawah dan kaki kiri sedikit di tekuk untuk fiksasi. Titik bidik pada 1-2 inchi ke arah lateral kiri dari titik tengah kedua krista illiaka dengan arah sinar vertikal tegak lurus terhadap kaset. Ekposi dilakukan pada saat pasien ekspirasi dan tahan napas.
kriteria : menunjukkan gambaran fleksura hepatika kanan terlihat sedikit superposisi bila di bandingkan dengan proyeksi PA dan tampak juga daerah sigmoid dan kolon asenden. 
8.      Proyeksi LAO
Pasien ditidurkan telungkup di atas meja pemeriksaan kemudian dirotasikan kurang lebih 35˚ - 45˚ terhadap meja pemeriksaan. Tangan kiri di samping tubuh dan tangan di depan tubuh berpegangan pada meja pemeriksaan, kaki kanan ditekuk sebagai fiksasi, sedangkan kaki kiri lurus. Titik bidik 1-2 inchi ke arah lateral kanan dari titik tengah kedua krista illiaka dengan sinar vertikal tegak lurus terhadap kaset. Ekposi dilakukan pada saat pasien ekspirasi dan tahan napas.
kriteria : menunjukkan gambaran fleksura lienalis tampak sedikit superposisi bila dibanding pada proyeksi PA, dan daerah kolon desenden tampak. 
9.      Proyeksi Lateral (Ballinger, 1999).
Pasien diposisikan lateral atau tidur miring dengan Mid Coronal Plane (MCP) diatur pada pertengahan grid, genu sedikit fleksi untuk fiksasi. Arah sinar tegak lurus terhadap film pada Mid Coronal Plane setinggi spina illiaca anterior superior (SIAS). Eksposi dilakukan saat pasien ekspirasi dan tahan nafas.
kriteria : daerah rectum dan sigmoid tampak jelas, rectosigmoid pada pertengahan radiograf.

10.  Proyeksi Left Lateral Dicubitus (LLD)
Pasien diposisikan ke arah lateral atau tidur miring ke kiri dengan bagian abdomen belakang menempel dan sejajar dengan kaset. MSP tubuh berada tepat pada garis tengah grid. Titik bidik diarahkan pada pertengahan kedua crista illiaka dengan arah sinar horisontal dan tegak lurus terhadap kaset. Eksposi dilakukan pada saat pasien ekspirasi dan tahan napas.
kriteria radigraf menunjukkan bagian atas sisi lateral dari kolon asenden naik dan bagian tengah dari kolon desenden saat terisi udara.

11.  Proyeksi Axial Metode Chassard Lapine
Posisi pasien duduk dengan punggung pada sisi meja, sehingga MCP tubuh sedekat mungkin pada garis tengah meja pemeriksaan. Pertengahan panggul berada tepat pada pertengahan film, dan pasien membungkuk. Kedua tangan berpegangan pada pergelangan kaki untuk fiksasi. Sinar diarahkan tegak lurus melewati daerah lombo sakral setinggi trochanter mayor.
Kriteria radiograf menunjukkan gabungan rektosigmoid dan sigmoid pada proyeksi axial dan tampak rektum.

8.      Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi adalah :
1.      Perforasi
Perforasi terjadi karena pengisian larutan kontras dengan tekanan yang tinggi secara mendadak, juga dapat terjadi akibat pengembangan yang berlebihan.
2.      Refleks Vogal
Refleks Vogal terjadi karena  pengembangan yang berlebihan, yang ditandai dengan  pusing, keringat dingin, pucat, pandangan gelap, dan bradikardi. Pemberian sulfas atropin dan oksigen dapat mengatasi keadaan tersebut.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

Read more: http://zootodays.blogspot.com/2012/06/cara-pasang-widget-animasi-hamster.html#ixzz34X9wjMHd